Posts

Showing posts with the label Movies

Benny's Video (1992) Review

Image
Saya memiliki teman bernama kak Benny. Kak Benny berasal dari Medan dan merantau ke Banjarbaru karena ingin kuliah di tempat terpencil. Dalam tulisan ini saya akan bercerita sedikit tentang kak Benny. Gw ini adalah orang yang annoying kalau lagi nonton film. Gw teriak2 kenceng banget sambil meluk guling pas nonton Misery, terus gw nyumpah2 sambil teriak; "MAAAASSSSS, JANGAN MAAAASSSSSS" pas nonton the Seventh Continent, dan pas nonton Interstellar kemarin, gw sampe sujud di lantai bioskop pas filmnya kelar saking senengnya. Makanya gw demen nonton sendirian di kamar karena gw bisa ngelampiasin perasaan gw, seabsurd apapun tanpa takut kepala gw ditabok orang lain. Film2 Michael Haneke adalah film yang biasanya bakal bikin lu terguncang (ato nyumpah in case kayak gw) lewat adegan violence-nya yang begitu classy. Funny Games dan The Seventh Continent adalah 2 film bangsat yang mampu bikin gw bergidik ngeri pas filmnya nyentuh credit title, padahal filmnya kagak sadis macam film2

Melancholy is a Movement (2014) Review

Image
"FILM GAJE FILM GAJE FILM GAJE!!!!!!" Teriak seorang perempuan yang walked out  bersama teman-temannya dari pemutaran Melancholy is a Movement . Perempuan itu tidak sepenuhnya salah karena memang benar, Melancholy is a Movement mungkin adalah film yang tidak jelas bagi sebagian orang. Walaupun film ini sekilas terlihat seperti film yang termasuk golongan s tyle over substance, tapi perasaan yang saya rasakan saat menonton film terasa familiar karena apa yang hendak disampaikan oleh Richard Oh sangatlah sederhana: ini kisah tentang filmmaker yang berusaha untuk bertahan hidup. Joko Anwar (Joko Anwar) sedang berada dalam titik terendah dalam hidupnya. Ia kehilangan sesuatu yang amat berarti bagi dirinya dan datangnya berbagai tagihan yang harus segera ia bayar. Joko pun ditawari untuk menyutradarai sebuah film reliji, jenis film yang berlawanan dengan karya yang telah ia ciptakan selama ini.  Hampa adalah kata yang menghantui benak para penontonnya saat Melancholy is a Movemen

Filosofi Kopi (2015) Review

Image
Kopi. Satu kata yang tentu sangat akrab di telinga banyak orang, khususnya orang Indonesia yang memang suka banget ngopi. Mulai dari kalangan tua sampai muda, berstatus sosial apapun, mau yang ngopinya di warkop dan kopinya dituangin dikit-dikit ke piring kecil, sampai ngopi di coffee shop semacam Starbucks dan konco-konconya, atau bahkan sampai ke para siswa/mahasiswa yang malem-malem suka nyeduh kopi hitam untuk menemani di kala nyelesain tugas-tugas sekolah/kuliah, semua orang dibuat jatuh cinta oleh kopi. Termasuk gue pribadi. Everything that includes coffee in it always excites me .  Segelintir di antaranya adalah ketika Dewi Lestari membuat kumpulan cerita pendek berjudul Filosofi Kopi di pertengahan tahun 2000-an, bahkan sampai salah satu cerita pendeknya diadopsi ke dalam bentuk film dengan judul buku yang sama, yaitu Filosofi Kopi. Sebagai orang yang ngaku suka kopi, akhirnya gue cepat-cepat pergi ke bioskop untuk nonton film ini setelah Ujian Nasional usai beberapa hari lalu

Furious 7 (2015) Review

Image
 Ibarat mobil, franchise Fast Furious ini kayaknya ga pernah keabisan bensin. Franchise yang awalnya bertemakan balapan liar lalu berubah haluan menjadi action-heist yang gila banget (bayangin aja 2 mobil nyeret brankas gede yang ngancurin banyak mobil polisi sama kota rio di fast five atau berhentiin pesawat gede pake mobil di landasan yang ga abis-abis di fast six). Dan sebelum film keenamnya keluar pun, franchise ini udah ngerencanain film ketujuhnya buat trilogy baru (mungkin abis trilogy ini mereka jadi grup bayaran kayak expendables kali ya). Udah ah, cukup bahas produksinya sekarang mari kita bahas film ketujuhnya (dan juga film terakhir Alm. Paul Walker). For you, Paul Mengambil event pasca fast six dan tokyo drift, sekarang Dom dan keluarga diancam oleh sang big brother dari Owen Shaw yaitu Deckard Shaw (si pelontos Jason Statham). Deckard tidak main-main dalam ancamannya, dia membunuh han (di film tokyo drift) dan membuat Hobbs (iya, hobbs the rock) masuk rumah sakit. Karena

Free To Play (2014) Review

Image
In august 2011 a tournament featuring the popular Multiplayer Online Battle Arena (MOBA) game Dota 2 was held in Cologne, Germany. It offered the largest prize pool to date - attracting professional E-Sports players from around the world. This is The International Dota 2 Championships. Ini adalah sebuah film yang didedikasikan untuk seluruh gamer di penjuru dunia. Sebuah film tentang perjuangan betapa rumitnya kehidupan seorang gamer pro. Kita dapat menyaksikan bagaimana persaingan dan kerja keras para gamer pro lewat sudut pandang dari Clinton "FEAR" Loomis kapten dari Evil Geniuses (waktu itu dia masih menjabat kapten di tim Online Kingdom) asal Amerika Serikat, Benedict "HYHY" Lim kapten dari tim Scythe asal Singapura, dan Danil "DENDI" Ishutin dari tim Natus Vincere asal Ukraina. Because Dota is more than just a game. It's an institution. Mari kita refleksi sejenak. 20 tahun yang lalu kita semua gak bakal bisa menyangka bahwa ada yang namanya E-

Cinderella (2015) Review

Image
Di suatu siang di kantin Institut Kegilaan Jakarta, Tarnoto Sumantini (18), seorang mahasiswa FFTV merangkap penulis resensi film di blog Kritikus Film Beneran sedang menikmati makan siang sederhananya. Sepupunya, Jonjot Malang (20), mahasiwa jurusan hukum di Universitas Maksud Bersama datang menemuinya untuk mengcopy beberapa film senirumah. Dialog mereka kira2 begini: "Kasian amat dah makanan lo Tar, nasi ama telor doang, makannya bawa dari rumah lagi." Ucap Jonjot dengan nada kasihan menyindir. "Gimana ya Jot, gw mampunya segini doang. Uang kiriman bokap cuma 1 juta sebulan, dipotong uang kos sisa 500. Bisa apaan dah gw ama 500? Heh." balas Tarnoto. "Makanya udah gua bilang, tinggal sama gua aja Tar. Lo ga perlu bayar kos, makan disediain, palingan cuma bantu cuci piring atau ngepel doang." "Ogah ah, tinggal di rumah orang itu ga enak Jot. Makan diliatin sebanyak apa, mandi diliatin gw makai air sebanyak apa, tidur pake AC diperhatiin gw make AC se

Kapan Kawin? (2015) Review

Image
Well, bisa dibilang, pertanyaan “kapan kawin?” itu adalah salah satu pertanyaan basa-basi yang paling nyebelin, bikin eneg plus memuakkan bagi sebagian orang yang umurnya udah masuk rata-rata usia yang matang untuk menikah dan emang kebetulan belum punya pasangan. Apalagi hal itu biasanya selalu dilontarkan kalangan keluarga macem para om dan tante dengan tingkat rumpi yang lumayan nggilani. Namun gimana kalo misalnya yang cerewet dan berasa super ribet itu orang tua sendiri? Hal inilah yang jadi tema cerita dari film Kapan Kawin? ini. Film yang disutradarai Ody C. Harahap ini berkisah tentang Dinda atau kerap dipanggil Didi (Adinia Wirasti), seorang general manager sebuah hotel yang sebenernya cantik, punya karier mentereng dan cerdas pula. Namun sampai ia berumur 33 tahun, Dinda masih belum juga menikah. Bahkan di hari ulang tahunnya, orang tuanya yaitu Gatot (Adi Kurdi) dan Dewi (Ivanka Suwandi) yang tinggal di Yogyakarta bahkan meneror Dinda untuk membawa calon suami saat menghadi

Festen (1998) Review

Image
Di era sekarang, sangat sulit untuk membedakan film yang direkam dengan teknologi digital dan yang direkam dengan teknologi analog, mengingat hampir seluruh bioskop di seluruh dunia sudah mengganti jenis proyektor mereka dengan DCP (Bahasa anak SMA-nya, infocus buat bioskop). Kalau dulu dengan mudah kita bisa melihat gores demi gores dan grain yang bertebaran di sana-sini, sekarang lewat maraknya teknologi digital, film yang direkam dengan rol film pun di konversi menjadi data digital, membuat kecacatan indah penuh kenangan di layar raksasa itu hilang ditelan badak. Membedakan hasil rekaman analog dengan digital di bioskop yang menggunakan DCP itu rasanya seperti melihat gambar di bawah ini: Wahai seseorang di cover album debut, apakah kamu Bjork atau Michael Jackson? Lewat kemunculan film Collateral tahun 2004 silam, seni media rekam dengan teknologi digital pelan-pelan mulai bisa mengimbangi seni media rekam dengan teknologi analog. Kalau jaman dulu Panavision merajai dunia kamera, m